Cerita Katering

Hari pertama ngantor nih. Gara-gara saking semangatnya saya merekap data kandidat karyawan, saya menekan tombol “delete all”. Duh Gusti, kok ya bisa hari pertama sudah seteledor itu. Sekitar 30 data raib. Tapi saya tidak mau ambil pusing dulu. Metode penyelamatan data maksimal yang bisa diambil sudah terekam dalam otak. Cuma pelaksanannya harus menunggu minggu depan. Eh ya sudah. Saya nulis bahan buat update blog saja ya. saya sadar, saya banyak ceriwis masalah persiapan pernikahan saya. Bahkan saking over ceriwisnya saya sampai nulis di blog. Eh blog kan milestone kita ya *alasan. Nah setelah keriting nulis, saya ingat saya masih belum nulis masalah katering. Iya brooo, katering yang mau dipakai waktu resepsi pernikahan. Padahal dari awal, katering adalah salah satu item yang saya sampai malu-maluin surveinya. Ibu saya awalnya yang masih keukeuh mau resepsi di rumah, nggak ambil pusing. Lha iya, bisa “mengkaryakan” tetangga. Saya yang nggak mau ribet di rumah (nyuci piring gelasnya itu lho bo, bersih-bersih tempatnya itu lho cyiiin) bolak balik sana sini ngabisin pulsa telpon dan mbengkakin tagihan internet.Akhirnya setelah perjuangan meyakinkan simbok saya yang astaganaga tepok jidat susah banget buat dikasih pengertian, saya dapat restu buat memakai katering Sari dari Magelang. Pernah diulas di blog ini.

Saat ini katering yang masih bisa saya jangkau di daerah Magelang (yang terpercaya juga ya) itu ada beberapa. Salah satu yang oke adalah VAS (juga diulas di blog yang dicantumkan linknya, ada juga reviewnya disini). Nah VAS ini basisnya di Temanggung. Ibu saya mana mau. Maklum, nggak pengalaman. Padahal buat saya kalau memang profesional dan harganya emang disesuaikan dengan servis yang kita minta, mau letaknya di ujung dunia ya pasti errornya bisa diminimalisir. Namanya sudah profesional. Yang pernah pakai katering ini teman saya Nurul, orang dimana saya berguru masalah persiapan pernikahan. Lha Nurul aja sukses berhasil kok.Etapi ibu saya nggak mempan dengan perkataan “lha Nurul saja berhasil” (Nurul ini kebetulan teman smp, sma sama kuliah di universitas sama tapi beda kasta, saya kasta sudra, dia kasta brahmana, eh becanda ding, beda jurusan kok makanya ibu kenal juga).

Kemudian adalagi katering Sari di Magelang. Itu lho yang tadi sudah saya sebutkan. Lokasi tepatnya di Karet. “Katanya” sudah banyak yang pakai. Lagi-lagi ibu saya masih bilang wah Magelang kota. Saya cuma bisa “haa terus?” sama diri sendiri. Berhubung ibu saya nggak mau diajak kompromi, akhirnya saya masih mencari yang “location friendly”. Dapatlah satu di Muntilan. Cinta Rasa namanya. Sedikit ulasan saya ceritakan disini. Awalnya yang punya tidak mau nyebutin harga. Pokoknya mintanya berapa punyanya dana, itu yang akan dialokasikan. Saya nggak cocok nih dengan metode begini. Agak nggak jelas. Sementara ibu saya cocok dengan lokasi yang cuma sepelemparan batu dari rumah. Sebenarnya saya dan ibu sudah punya anggaran buat katering yang disesuaikan sama tamu kita. Saya juga sudah survei harga di katering yang dipakai Nurul (VAS), tanya harga katering Sari sama cari tahu harga katering Salsa di Yogyakarta. Tapi saya ingin tahu standar katering ini, makanya karena bosan tarik ulur terus, akhirnya saya putuskan untuk menulis menu dan meminta harga. Hasilnya yang saya kaget. Sumpah, ketika saya bandingkan dengan pengalaman Nurul yang tamunya 50% lebih banyak kok harga yang ditawarkan ke saya lebih mahal 50% (dibanding harga yang dibayar Nurul). Ibu saya, yang belum punya pengalaman apa-apa dan males survei, mendatangi katering, pakai acara nawar, akhirnya jadi mirip seperti Nurul (jika persentase tamu saya 100%, tamunya Nurul 150% ya) ditambah 2 juta. Busyeeet, duit itu. Belum lagi tawaran makanannya jadi bener-bener dikit (lagi-lagi dibandingkan dengan Nurul, katering Sari dan katering Salsa). Mau dikata mempertahankan kualitas, nggak mungkin kan dalam resepsi per tamu dihitung dapat ikan gurami 1 biji besar? Ya ampun saya sampai ngitung berapa harga gurami per kilogram mentah, kemudian saya sesuaikan sama kota tempat saya mau mengadakan resepsi, ngitung juga berapa harga daging sapi atau malah beli sapinya sekalian sama tanya-tanya juga harga kambing. Selain itu saya juga terus ngerecokin Nurul buat bandingin harga dan makanan yang didapat. Well, nggak masuk otak saya pokoknya. Saya terang-terangan nggak mau ngeluarin duit. Waktu itu saya bilang ke ibu saya, kalau beliau masih mau pakai katering tersebut, silahkan keluarkan uang sendiri. Kalau saya mah sayang banget. Masalah katering (dan tempat) ini memang salah satu drama besar dalam persiapan saya. Kalau belum dikasih ujian, belum mantep kali ya persiapan pernikahannya.

Well, akhirnya saya dan ibu sepakat pakai katering Sari yang di Magelang. Ada blognya sih, tapi lebih mantep kalau datang langsung dan nanya-nanya. Ibu saya juga begitu sudah tanya-tanya, tahu cara kerja dan serba serbinya akhirnya memutuskan langsung membayar down payment. Seneng katanya. Ah si ibu, kok nggak dari awal. Pakai perlu bikin drama tersanjung 10 session nggak rampung-rampung. Untuk harga paket ada tiga macam. Paket pertama @22,5K, paket kedua @27,5K dan paket ketiga @32,5K. Mengenai gubugan dan sebagainya nanti bisa menyesuaikan, harganya juga sendiri-sendiri tergantung dari jenis gubugannya. Mau nambah ya tambah biaya. Terus bisa konsultasi juga sama pemilik tentang berapa baiknya porsi yang harus disiapkan dengan berpedoman pada undangan kita (kan biasanya nggak semua orang datang). Saya nggak mau ikut rempong sama masalah ini. Makanan itu kan urusan ibu-ibu. Paling saya cuma request, kalau ada mau tema biru untuk dekorasi katering saya. Semoga saja kateringnya punya dan belum keduluan dipesan orang.

3 pemikiran pada “Cerita Katering

Tinggalkan komentar